![]() |
| Ilustrasi: Sejumlah pembalap beraksi dalam perlombaan sepeda Tour de Langkawi (Foto file - Anadolu Agency) |
Penulis: Frids Wawo Lado (Jurnalis dan Masyarakat NTT)
Nusa Tenggara Timur sedang menyiapkan panggung besar yang bukan saja menampilkan keindahan alamnya, tetapi juga meneguhkan identitasnya sebagai daerah yang mampu mengelola event kelas dunia dengan semangat dan jati diri sendiri.
Tour de EnTeTe 2025 hadir bukan saja lomba balap sepeda, melainkan momentum besar yang bisa mengubah arah pembangunan ekonomi, pariwisata, hingga daya tawar NTT di mata nasional dan internasional.
Menghadirkan 16 tim kontinental dari dalam dan luar negeri, termasuk peserta dari Filipina, Prancis, Iran, dan negara-negara ASEAN, TDET 2025 jelas bukan event biasa.
Ia menandai loncatan besar dari sebuah provinsi kepulauan yang selama ini dikenal eksotik namun sering terpinggirkan dalam arus besar pembangunan.
BACA JUGA: Mari Saksikan Langit Turun Memeluk Bumi di Punggung Wolo Bobo
Dalam konteks pariwisata, dunia internasional selama ini hanya mengenal Labuan Bajo sebagai ikon tunggal. Namun melalui event ini, pulau-pulau lain seperti Timor, Sumba, hingga Flores mendapat sorotan yang sama, dengan segala kekayaan alam dan budaya yang mereka miliki.
Jika kita melihat pengalaman event serupa di dunia, dampaknya sangat signifikan.
Tour de France, misalnya, setiap tahun mampu menarik lebih dari 12 juta penonton di lokasi dan 3,5 miliar pemirsa televisi global.
Nilai ekonominya mencapai miliaran euro, yang menghidupi sektor transportasi, hotel, kuliner, hingga industri kreatif setempat.
Begitu juga dengan Tour de Langkawi di Malaysia yang sejak 1996 menjadi salah satu penggerak utama promosi wisata negeri jiran.
Bayangkan jika TDET bisa dikelola dengan konsisten selama lima sampai sepuluh tahun, NTT akan memiliki event tahunan yang bukan hanya ditunggu masyarakat, tetapi juga wisatawan mancanegara yang haus akan pengalaman otentik.
Selain pariwisata, event ini punya implikasi ekonomi yang nyata. Rute balapan akan melewati banyak kota dan desa, yang berarti ribuan orang akan datang. Atlet, ofisial, wartawan, sponsor, dan wisatawan.
Semua membutuhkan akomodasi, transportasi, makanan, dan hiburan. UMKM lokal akan menjadi penopang utama.
Bagi pedagang kecil, kesempatan ini ibarat pintu rezeki yang terbuka lebar. Produk-produk lokal seperti tenun ikat, kopi Flores, jagung titi, moke Aimere, hingga kerajinan bambu bisa mendapat panggung untuk dikenal lebih luas.
Dengan strategi pemasaran yang tepat, Tour de EnTeTe berpotensi menciptakan rantai ekonomi baru yang inklusif.
Yang menarik, Gubernur Melki Laka Lena menekankan bahwa event ini bukanlah titipan dari pusat, melainkan inisiatif lokal yang lahir dari kerja sama pemerintah daerah.
Artinya, TDET adalah buah dari rasa percaya diri NTT untuk berdiri di atas kaki sendiri. Pernyataan ini penting, karena selama ini banyak daerah yang sekadar menjadi tuan rumah event besar dari pemerintah pusat tanpa benar-benar merasa memiliki.
Dengan semangat ini, masyarakat bisa merasa bahwa TDET adalah milik bersama, sehingga partisipasi publik akan semakin kuat.
Dukungan sponsor dan kementerian pun menambah bobot. Kehadiran Kemenpora, Kemenpar RI, hingga branding “Wonderful Indonesia” menjadikan TDET sebagai bagian dari strategi besar pariwisata nasional.
Sementara sponsor utama seperti Bank NTT, PLN, Mandiri, BNI, Biofarma, hingga perusahaan energi dan kesehatan, menunjukkan bahwa dunia usaha percaya akan potensi besar event ini.
Jika sponsor besar saja berani menaruh investasi, maka publik pun seharusnya optimis. Apalagi, riset Kementerian Pariwisata menunjukkan bahwa setiap wisatawan mancanegara rata-rata menghabiskan USD 1.200 selama perjalanan di Indonesia.
Jika TDET bisa menarik 5.000 wisatawan asing, maka potensi devisa langsung mencapai USD 6 juta atau sekitar Rp 96 miliar. Itu belum termasuk perputaran uang domestik dari wisatawan nusantara.
Dalam kerangka sosial-budaya, Tour de EnTeTe juga menjadi ruang panggung bagi masyarakat lokal.
Di setiap titik finish akan ada pesta budaya, bazar UMKM, dan atraksi seni. Ini bukan hiburan kecil, tetapi cara strategis memperlihatkan kekayaan identitas NTT yang beragam kepada dunia.
Orang-orang akan menyaksikan tarian adat, musik tradisional, dan kuliner khas yang selama ini mungkin hanya dikenal di kampung halaman.
Dalam perspektif pembangunan budaya, hal ini penting untuk menumbuhkan rasa bangga generasi muda terhadap warisan leluhur mereka.
Secara psikologis, event ini juga menumbuhkan harapan. NTT yang selama ini lekat dengan stigma kemiskinan, kekeringan, dan keterbelakangan, kini bisa hadir di panggung dunia dengan wajah berbeda, penuh semangat, kreatif, dan terbuka.
Harapan ini adalah modal sosial yang tidak kalah penting dari investasi fisik. Sebab, pembangunan selalu lahir dari mimpi kolektif. Dan Tour de EnTeTe sedang menyalakan api mimpi itu di hati masyarakat.
Tentu tantangan ada. Infrastruktur jalan, kesiapan logistik, keamanan, hingga koordinasi lintas sektor harus benar-benar dijaga.
Belajar dari event-event internasional lain, detail kecil sering menentukan kesuksesan besar. Namun jika NTT mampu mengelola dengan baik, TDET bisa menjadi model bahwa daerah kepulauan juga sanggup menggelar event berkelas dunia dengan standar tinggi.
Di tengah derasnya arus globalisasi, Tour de EnTeTe bukan hanya soal siapa yang menjadi juara balap sepeda, melainkan tentang bagaimana NTT mengukuhkan dirinya di peta dunia.
Ia adalah metafora tentang perjalanan panjang, melewati tanjakan, menuruni lembah, menghadapi panas dan hujan, tetapi terus melaju dengan semangat.
Seperti roda sepeda yang terus berputar, event ini bisa menjadi simbol harapan bahwa ekonomi dan pariwisata NTT juga akan terus bergerak, membawa masyarakatnya menuju garis finish kesejahteraan yang lebih adil.
Tour de EnTeTe 2025 adalah cerita tentang keberanian sebuah daerah untuk bermimpi besar, bekerja sama, dan berdiri sejajar dengan dunia. Sebuah terobosan luar biasa Melki Laka Lena yang bisa mengantar NTT menuju lompatan besar. ***

0 Komentar